Sore itu kakek dan nenek sedang bersantai di beranda rumah mereka yang sederhana sambil ditemani sepiring pisang goreng dan kopi hitam,, disaat sedang santai – santainya si nenek berkata “kek, kalau nenek meninggal duluan kakek siapa yang rawat ?”. Tiba – tiba kakek kaget dengan ucapan nenek tadi sambil menutup mulut dengan jarinya “huss, jangan ngomong seperti itu nek, ga baik”, suasana pun hening. Beberapa hari kemudian si nenek tersebut meninggal karena sakit diabetes yang sudah lama dideritanya. Karena di rumahnya tidak ada yang merawat jadi Anto yang notabene anak dari kakek satu – satunya memutuskan untuk membawa ayahnya untuk tinggal bersama anak dan istrinya. Anto pun meminta izin kepada Ani istrinya “Ma, sekarang ibu sudah meninggal jadi ayah tidak ada yang mengurus di kampung sana, aku mohon pengertian kamu agar mengizinkan ayah untuk tinggal bersama kita”, Ani yang pada waktu itu baru pulang kerja berkata dengan nada ketus “aku ga setuju pa kalo ayah mesti satu atap dengan kita, ayah itu sudah tua jadi cuma bikin repot aja disini, lagipula pembantu kita sibuk mengurus rumah dan anak kita, vivian, cuma bikin susah saja”, dengan sabar Anto pun menjelaskan kepada istrinya “Ma, ayah itu ayah kamu juga, aku mohon dengan sangat pengertian kamu”, Ani pun hanya diam saja sambil menunjukkan wajah tak bersahabat.
Keesokan harinya sang kakek pun dijemput oleh Anto dan anaknya, Vivian. Ani tidak ikut karena memang dia tidak ingin kehadiran kakek di rumah, ketika sampai di rumah kakek pun masuk dengan kikuk karena ia tahu dari awal pernikahan Ani tidak menyukai dia dan istrinya. Kakek pun menghampiri Ani yang sedang santai di sofa sambil menonton tivi “Assalamualaikum An, gimana kabar kamu ?, Ayah mohon maaf sebelumnya karena merepotkan kamu disini”, Ani tidak menjawab sama sekali sambil melirik dengan ketus, kakek pun hanya bisa tersenyum.
Tibalah saat makan malam, mereka berempat duduk di meja makan sambil menunggu hidangan di sajikan oleh pembantu, lagi – lagi wajah Ani cemberut, Anto pun hanya bisa diam pasrah, merasa tidak enak hati kepada ayahnya, Kakek hanya duduk sambil tunduk dan sesekali senyum dan menyubit pipi cucunya, Vivian membalas dengan senyum gembira, ia senang sekali akan kehadiran kakek disini. Makanan pun disajikan mereka makan dengan hening, tiba – tiba kakek kaget karena ia yang biasanya makan menggunakan tangan harus menggunakan sendok dan garpu. Karena ia merasa tidak enak kepada menantunya akhirnya ia terpaksa mengunakan kedua benda tersebut,. Suapan pertama ia coba ambil dengan sendok tetapi semua orang di meja makan itu kaget karena makanan yang akan dimakan kakek berceceran ke meja makan, dan ketika akan mengambil gelas kakek tak sengaja memecahkan gelas tersebut. Ani pun terlihat geram sambil melotot ke arah mertuanya, Anto dan Vivid pun sedikit kaget. Tampak dari wajah Vivid ia sangat ingin membantu kakeknya tapi ia hanya diam saja, sang kakek pun hanya bisa tertunduk lesu. Kejadian tersebut berulang sampai berhari – hari.
Sepulang kerja mereka berdua langsung menuju kamar, lalu Ani memulai pembicaraan “Pa, aku sudah tidak tahan dengan ayahmu, hampir tiap makan pasti ia menumpahkan makanan dari piringnya, sampai hilang selera makanku”, Andi hanya bisa berdeham sambil memegang bahu istrinya “maklum saja ya ma, ayah itu sudah tua, jadi kamu maunya seperti apa ?”, “aku sudah memutuskan agar ayah menggunakan peralatan makan plastik saja dan dia tidak boleh semeja makan lagi dengan kita, aku sudah pesankan meja kecil untuk ditaruh di sudut ruangan”. Andi pun hanya mengiyakan perkataan istrinya dengan ekspresi lesu.
Keesokan harinya ketika makan malam tiba Ani menyuruh mertuanya untuk makan di sudut ruangan yang terkadang ada kecoa dan tikus yang lalu lalang, meja makan itu rupanya seperti tempat makan bayi terbuat dari kayu, dan peralatan makannya mulai dari sendok, garpu dan gelas terbuat dari bambu tetapi piringnya berbentuk lebar terbuat dari alumunium. Vivid pun kaget melihat piring tersebut, ia ingat sewaktu bermain mengunjungi tantenya yang memelihara anjing ia melihat tempat makanan kakeknya sama rupanya dengan tempat makanan anjing. Lalu mereka pun makan, Ani acuh saja ketika melihat mertuanya menumpahkan isi makanan dan air yang tumpah mulai diserbu kawanan semut dan kecoa, Vivid pun memandangi kakeknya dengan sedih tapi kakek sesekali melemparkan senyuman sambil melambaikan tangan kepada cucunya. Hal tersebut terjadi setiap hari.
Keesokan harinya mereka pulang siang hari karena hari itu hari sabtu, ketika sampai dihalaman rumah Anto dan Ani melihat putri mereka sedang bermain dengan bambu-bambu dan golok, Andi pun menyapa dengan senyuman “sayang, lagi buat apa ? Golok jangan dibuat mainan, nanti kalo kena tangan kamu bisa luka “, sambil mengusap keningnya yang berkeringat Vivid menjawab sambil senyum, “oh ini pa, ma, Vivid lagi buat sendok, garpu dan gelas dari bambu soalnya nanti kalo papa dan mama udah tua kaya kakek, Vivid ga perlu repot-repot lagi nyari sendok, gelas dan garpu dari bambu, jadi udah ada”, pasangan suami istri ini kaget bukan main, bagai tersambar petir, lalu Ani pun memeluk putrinya sambil menangis, dia meminta maaf kepada putrinya dan Anto bahwa selama ini dia telah salah memperlakukan mertuanya. Anto pun memeluk keduanya sambil terisak.
Saat jam makan malam tiba, Kakek yang biasanya langsung duduk di meja makan kayu kini di papah oleh Ani menuju meja makan mereka bertiga, Ani pun mencium tangan mertuanya sambil meminta maaf bahwa selama ini dia telah salah memperlakukan mertuanya. Dengan mata berkaca-kaca kakek pun memaafkannya diiringi dengan senyum khasnya. Ketika makanan disajikan Kakek pun disuapi Ani agar makanan tersebut berceceran, Vivid membantu mamanya menyuapi Kakeknya dan sambil digendong kakeknya. Anto yang melihat peristiwa itu dengan mata berkaca-kaca bibirnya bergumam “subhanalloh, alhamdulillah”, dia bersyukur sekali bahwa kejadian tadi siang telah membuka mata hati istrinya. Keluarga mereka kini hidup dengan rukun.
Keesokan harinya sang kakek pun dijemput oleh Anto dan anaknya, Vivian. Ani tidak ikut karena memang dia tidak ingin kehadiran kakek di rumah, ketika sampai di rumah kakek pun masuk dengan kikuk karena ia tahu dari awal pernikahan Ani tidak menyukai dia dan istrinya. Kakek pun menghampiri Ani yang sedang santai di sofa sambil menonton tivi “Assalamualaikum An, gimana kabar kamu ?, Ayah mohon maaf sebelumnya karena merepotkan kamu disini”, Ani tidak menjawab sama sekali sambil melirik dengan ketus, kakek pun hanya bisa tersenyum.
Tibalah saat makan malam, mereka berempat duduk di meja makan sambil menunggu hidangan di sajikan oleh pembantu, lagi – lagi wajah Ani cemberut, Anto pun hanya bisa diam pasrah, merasa tidak enak hati kepada ayahnya, Kakek hanya duduk sambil tunduk dan sesekali senyum dan menyubit pipi cucunya, Vivian membalas dengan senyum gembira, ia senang sekali akan kehadiran kakek disini. Makanan pun disajikan mereka makan dengan hening, tiba – tiba kakek kaget karena ia yang biasanya makan menggunakan tangan harus menggunakan sendok dan garpu. Karena ia merasa tidak enak kepada menantunya akhirnya ia terpaksa mengunakan kedua benda tersebut,. Suapan pertama ia coba ambil dengan sendok tetapi semua orang di meja makan itu kaget karena makanan yang akan dimakan kakek berceceran ke meja makan, dan ketika akan mengambil gelas kakek tak sengaja memecahkan gelas tersebut. Ani pun terlihat geram sambil melotot ke arah mertuanya, Anto dan Vivid pun sedikit kaget. Tampak dari wajah Vivid ia sangat ingin membantu kakeknya tapi ia hanya diam saja, sang kakek pun hanya bisa tertunduk lesu. Kejadian tersebut berulang sampai berhari – hari.
Sepulang kerja mereka berdua langsung menuju kamar, lalu Ani memulai pembicaraan “Pa, aku sudah tidak tahan dengan ayahmu, hampir tiap makan pasti ia menumpahkan makanan dari piringnya, sampai hilang selera makanku”, Andi hanya bisa berdeham sambil memegang bahu istrinya “maklum saja ya ma, ayah itu sudah tua, jadi kamu maunya seperti apa ?”, “aku sudah memutuskan agar ayah menggunakan peralatan makan plastik saja dan dia tidak boleh semeja makan lagi dengan kita, aku sudah pesankan meja kecil untuk ditaruh di sudut ruangan”. Andi pun hanya mengiyakan perkataan istrinya dengan ekspresi lesu.
Keesokan harinya ketika makan malam tiba Ani menyuruh mertuanya untuk makan di sudut ruangan yang terkadang ada kecoa dan tikus yang lalu lalang, meja makan itu rupanya seperti tempat makan bayi terbuat dari kayu, dan peralatan makannya mulai dari sendok, garpu dan gelas terbuat dari bambu tetapi piringnya berbentuk lebar terbuat dari alumunium. Vivid pun kaget melihat piring tersebut, ia ingat sewaktu bermain mengunjungi tantenya yang memelihara anjing ia melihat tempat makanan kakeknya sama rupanya dengan tempat makanan anjing. Lalu mereka pun makan, Ani acuh saja ketika melihat mertuanya menumpahkan isi makanan dan air yang tumpah mulai diserbu kawanan semut dan kecoa, Vivid pun memandangi kakeknya dengan sedih tapi kakek sesekali melemparkan senyuman sambil melambaikan tangan kepada cucunya. Hal tersebut terjadi setiap hari.
Keesokan harinya mereka pulang siang hari karena hari itu hari sabtu, ketika sampai dihalaman rumah Anto dan Ani melihat putri mereka sedang bermain dengan bambu-bambu dan golok, Andi pun menyapa dengan senyuman “sayang, lagi buat apa ? Golok jangan dibuat mainan, nanti kalo kena tangan kamu bisa luka “, sambil mengusap keningnya yang berkeringat Vivid menjawab sambil senyum, “oh ini pa, ma, Vivid lagi buat sendok, garpu dan gelas dari bambu soalnya nanti kalo papa dan mama udah tua kaya kakek, Vivid ga perlu repot-repot lagi nyari sendok, gelas dan garpu dari bambu, jadi udah ada”, pasangan suami istri ini kaget bukan main, bagai tersambar petir, lalu Ani pun memeluk putrinya sambil menangis, dia meminta maaf kepada putrinya dan Anto bahwa selama ini dia telah salah memperlakukan mertuanya. Anto pun memeluk keduanya sambil terisak.
Saat jam makan malam tiba, Kakek yang biasanya langsung duduk di meja makan kayu kini di papah oleh Ani menuju meja makan mereka bertiga, Ani pun mencium tangan mertuanya sambil meminta maaf bahwa selama ini dia telah salah memperlakukan mertuanya. Dengan mata berkaca-kaca kakek pun memaafkannya diiringi dengan senyum khasnya. Ketika makanan disajikan Kakek pun disuapi Ani agar makanan tersebut berceceran, Vivid membantu mamanya menyuapi Kakeknya dan sambil digendong kakeknya. Anto yang melihat peristiwa itu dengan mata berkaca-kaca bibirnya bergumam “subhanalloh, alhamdulillah”, dia bersyukur sekali bahwa kejadian tadi siang telah membuka mata hati istrinya. Keluarga mereka kini hidup dengan rukun.
Foto Tentang Kecantikan Gigi Versi Tukang Gigi S.A.S
Koleksi Foto Hasil Perbaikan Gigi
Ig@ahligigijember
ahligigijember.blogspot.com
Koleksi Foto Hasil Perbaikan Gigi
Ig@ahligigijember
ahligigijember.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan comment, kritik dan saranya sepatah dua kata jika anda tertarik dan mungkin atikel ini bermanfaat bagi anda, karna komentar dan saran anda adalah suatu kebanggaan tersendiri bagi blog ini..
From : Admin - Berbagipintar.blogspot.com